Review Novel Burial Rites
Review Novel Burial Rites ditulis oleh: Meylani.Aryanti. Apa yang akan kamu lakukan bila ada di posisi Agnes Magnusdottir? Agnes adalah seorang terpidana mati. Dia tahu dia akan mati dalam waktu de...
Estimasi waktu baca artikel ini adalah: . Selamat Membaca..
Apa yang akan kamu lakukan bila ada di posisi Agnes Magnusdottir? Agnes adalah seorang terpidana mati. Dia tahu dia akan mati dalam waktu dekat. Dan dia tahu dia akan mati dengan cara dipenggal. Di artikel ini aku akan membuat review novel Burial Rites yang baru saja selesai aku baca.
Burial Rites sebenarnya sudah menarik perhatianku sejak lama. Aku melihat beberapa teman memposting ulasan novel ini di akun Instagram mereka. Aku langsung penasaran begitu membaca ulasan-ulasan itu. Dengan usaha yang luar biasa besar, aku akhirnya mendapatkan kesempatan membaca novel ini.
Judul: Burial Rites
Penulis: Hannah Kent
Penerjemah: Tanti Lesmana
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan Ke: 1
Tahun Terbit: 2014
Tebal: 416 hlm
ISBN: 978 602 03 0906 4
Harga: Rp.83.000
Tahun 1829 di sebuah kota kecil di Islandia Utara, Agnes Magnusdottir menunggu pelaksanaan hukuman mati atas dirinya. Karena tak ada penjara untuk menampungnya, Agnes ditempatkan di rumah keluarga Petugas Wilayah Jon Jonsson. Merasa tak nyaman ada pembunuh di tengah mereka, keluarga itu memperlakukan Agnes dengan dingin. Yang mau berusaha memahaminya hanya Asisten Pendeta Toti yang ditugaskan untuk mempersiapkan Agnes menjemput maut. Sambil menunggu ajal, Agnes menjalani hidup di tengah keluarga Jonsson, membantu pekerjaan sehari-hari dan meringankan beban mereka. Lambat laun sikap keluarga Jonsson mencair. Mereka ikut mendengarkan ketika Agnes menuturkan kisah hidupnya kepada Toti.
Agnes adalah wanita yang cerdas. Dalam usia yang masih begitu muda, dia sudah memiliki pengetahuan dan pemahaman yang tinggi dalam agama Kristen. Bahkan untuk ukuran seorang pelayan yang yatim piatu di tahun 1800an, kemampuan membacanya di atas rata-rata. Tapi sayang, nasibnya sangat mengenaskan. Sejak masih belia, Agnes sudah ditinggal oleh ibunya. Dia bahkan tidak pernah tahu siapa ayah kandungnya.
Margret, istri Petugas Wilayah Jon Jonsson, yang awalnya aku kira akan memberikan banyak kesusahan pada Agnes karena terpaksa harus menerima seorang wanita terhukum di rumahnya, malah menunjukkan reaksi yang membuatku kagum. Sejak pertama kali Agnes menginjakkan kakinya di pertanian keluarga Jonsson, Margret tahu bahwa Agnes adalah wanita baik-baik. Dia bahkan protes pada petugas yang mengantarkan Agnes setelah melihat banyak luka di tubuh wanita itu.
Reaksi sedikit berbeda ditunjukkan oleh kedua anak perempuan Margret yang bernama Steina dan Lauga. Steina menerima Agnes dengan senang hati sementara Lauga selalu memberikan tatapan curiga pada wanita itu.
"Tetapi mereka melihat aku berotak cerdas, dan mereka menganggap perempuan yang punya otak tidak bisa dipercaya." (Hal. 165)
Sementara itu, Pendeta Toti yang ditugaskan untuk membimbing Agnes terkadang membuatku tersenyum. Toti baru saja lulus dari sekolah kependetaan dan sudah harus menghadapi kasus seberat kasus Agnes. Tapi karakter Toti dalam novel ini berkembang dengan sangat baik. Seiring berjalannya waktu, Toti menempatkan dirinya dengan sangat baik untuk memahami Agnes.
Natan Ketilsson yang sudah mati memberikanku gambaran tentang laki-laki dengan sifat serakah. Dia ingin memiliki wanita lain tapi memanfaatkan Agnes untuk memuluskan rencananya itu. Yang lebih parahnya lagi, Komisaris Wilayah yang menangani kasus Agnes cenderung memojokkan Agnes karena laki-laki itu dekat dengan Natan.
Novel ini mengambil latar di wilayah Islandia Utara dimana musim dingin yang menggigit menjadi momok yang sangat menakutkan bagi semua orang. Hannah Kent berhasil menggambarkan suasana Islandia pada tahun 1800an dengan sangat baik. Pada masa itu, orang-orang kebanyakan disana hidup di sebuah rumah kayu dengan ruangan sempit yang biasanya didiami oleh seluruh anggota keluarga dan para pelayan. Mereka bahkan tidur dalam satu ruangan yang bernama badstofa.
Burial Rites diceritakan menggunakan sudut pandang orang pertama tunggal untuk karakter Agnes. Sedangkan karakter-karakter lainnya menggunakan sudut pandang orang ketiga. Meski novel ini merupakan novel pertama yang ditulis oleh Hannah Kent, tapi ia berhasil meramu alur demi alur dengan sangat baik. Kisah dalam novel ini padat bahkan tebal halamannya saja sampai 400 halaman lebih. Akan tetapi, aku sama sekali nggak merasa bosan hingga ke lembar terakhir.
Sejak di halaman pertama, aku sudah merasakan suasana suram kisah Agnes ini. Seseorang yang dituduh melakukan pembunuhan dengan proses sidang yang penuh kecurangan harus menerima takdirnya di tukang jagal. Berbagai cerita sedih tentang kehidupan Agnes sejak ia ditinggal oleh ibunya sanggup membuatku menangis. Bahkan sepanjang membaca novel ini, aku merasa napasku sering tertahan karena kesedihan yang menyeruak ingin keluar.
Aku merekomendasikan kamu untuk membaca novel ini untuk dapat memahami perasaan seseorang yang sudah ditentukan akhir hidupnya. Agnes sesungguhnya hanya menginginkan cinta. Tapi keinginan itu malah membuatnya menjadi buta (dengan jatuh cinta pada Natan) dan melupakan cinta yang seharusnya dia curahkan untuk dirinya sendiri. Selamat membaca!
Terimakasih telah membaca Review Novel Burial Rites, jangan lupa tinggalkan reaksi & komentar kalian di bawah ini. Jika kalian suka dengan artikel ini, support penulis dengan cara share artikel ini ke sosmed kalian 😊
Written by,
Meylani.Aryanti
Aku punya di tumpukan TBR uda lama 😁😁
BalasHapus