Rumah Eyang
Rumah Eyang ditulis oleh: Gigi. Ilustrasi Rumah Eyang (Sumber: Pixel) H ari itu aku sungguh kaget karna mami dan papi ingin kita berangkat kerumah eyang, kita tinggal di...
Estimasi waktu baca artikel ini adalah: . Selamat Membaca..
Ilustrasi Rumah Eyang (Sumber: Pixel) |
Hari itu aku sungguh kaget karna mami dan papi ingin kita berangkat kerumah eyang, kita tinggal di Jakarta, jadi kerumah eyang itu lumayan jauh karna rumah eyang ada di Jogja. Selintas ya, eyang kakung udah lama pergi duluan, jadi tinggal eyang uti aja di Jogja.
mami merasakan ada sesuatu yang ganjil, jadi mami memutuskan untuk pulang mengendarai mobil dari Jakarta - Jogja. Kita hanya berempat, mami, papi, aku, dan kakak laki laki ku.
Perjalanan kurang lebih 8-10 jam menuju Jogja ga gampang karena track yang di lalui juga sedikit susah, di tengah perjalanan mami bilang "Eyang Uti udah pergi".
kita semua bingung maksdnya? mami kan lagi nyetir kenapa bisa tiba-tiba ngomong kalo eyang uti udah pergi? sampai disana aja belum..
Tiba tiba mami menepi di rest area, dia menangis dan mengangkat telpon dari adik bungsu-nya yang mengatakan eyang uti udah pergi.
Wah kok mami bisa tau duluan? ya mungkin kontak batin bisikku dalam hati.
Saat itu aku baru berusia sepuluh tahun, dan kakaku 11 tahun jadi kita ga begitu memahami kesedihan yang dirasakan mami. Papi terus di samping mami, tapi aku dan mas ku sibuk jajan kanan kiri.
Waktu berjalan sampailah kami di Jawa Tengah ya emang belum sampai di rumah eyang, tapi waktu itu menunjukan jam 10 malam dan masih 4 jam lagi menuju ke rumah eyang yang ada di pelosok sana.
Tiba-tiba papi seperti menabrak sesuatu, jadi papi turun untuk mengecek apa yang dia tabrak, mungkin kucing..
Papi cek seluruh bagian mobil depan belakang dan bawah memang tidak ada yang di tabrak, tapi setelah papi masuk mobil, pintu aja belum tertutup ada kucing hitam berlari dari kolong mobil kami ke jalanan lalu di tabrak oleh pengendara lain.
"Mi, Pi apa kita akan membiarkan kucing itu mati di jalanan seperti itu?" tanya mas ku.
"Papi sih gamau ke tengah jalan hanya untuk mengambil badan kucing itu, Papi takut malah Papi yang di tabrak" jawab papi bingung.
Jadi kita memutuskan melakukan perjalanan, heitsss jangan salah paham dulu ya kita ga mau ambil kucing itu karena memang itu di tengah jalan dan gelap terlalu beresiko kalo kita ketengah jalan dan tiba tiba ada mobil lain.
Setelah itu sampailah kita di pintu Desa eyang, masih masuk ke dalam lagi sekitar setengah jam untuk sampai kerumah eyang.
Sepanjang perjalanan dari pintu Desa itu hanya kabut yang terlihat saat itu sekitar pukul 1 dini hari.
Papi kesulitan melihat jalan, jadi aku membuka kaca untuk menghirup udara segar dari kebun dan ladang padi yang kita lalui, tiba-tiba ....
"Tutup jendela mu sekarang!!" kata mami.
Aku hanya melirik dan tidak menutup jendela.
"Mami bilang tutup sekarang".
"Ada apasih mi??" sambil menutup pintu.
"Di kebun ini ada Penunggunya besar sekali mungkin kalian tidak lihat karna ini bukan Desa kelahiran kalian, tapi mami lihat, dan mereka tidak baik".
Masih ga percaya karena aku tipe yang sangat sangat tidak percaya dengan Mitos .
Sampailah di rumah eyang, banyak pelayat masih berdatangan karna kebetulan eyang kakung adalah Kepala Desa , jadi banyak warga respect dan menghormati keluarga mami.
Eyang memiliki gerbang besar tapi bukan gerbang jaman sekarang , gerbangnya dari pohon.
saat masuk ke lahan parkir pun kita bisa melihat ratusan pohon rambutan, kelapa, mangga dan manggis.
Aku turun, berlari menghampiri sepupuku, sepupuku ada banyak bahkan aku tidak bisa mengingatnya, di karenakan mami ku adalah keluarga besar 16 bersaudara dan mamiku nomor 15.
Kamar mandi di rumah eyang sendiri harus menimba air dari sumur terlebih dahulu, jadi aku harus mengajak sepupuku yang lebih tua untuk menimba air.
Di belakang kamar mandi ini adalah peternakan ayam, dan di paling belakang lagi adalah kuburan keluarga, eyang juga akan di makamkan disana di dekat eyang kakung.
Kuburan keluarga kami lumayan besar karna ada pakde dan bude yang juga sudah meninggal lebih dulu.
Mami memintaku dan mas ku untuk istirahat sebelum besok harus mengantar eyang ke rumah terakhirnya.
Jadi kita tidur di kursi bambu, karena kamar penuh dengan cucu eyang yang lain.
Keesokan harinya,
Mami memakaikan aku baju hitam dan juga mas ku. aku cucu terkecil saat itu berjalan di bawah keranda jenazah memegang se mangkuk koin 100 dan 500-an.
Aku berjalan di bawah keranda eyang uti sambil menebar koin koin itu.
Aku tidak tau ritual apa itu, tapi aku hanya mengikuti apa yang mami minta.
Sesampainya di kuburan keluarga, mami menangis terus bahkan pelayat lain sudah pada pulang mami masih disana, jadi aku menemani mami dan membiarkan sepupuku bermain tanpa aku.
"Ma, coba jatuhkan durian kalo benar mama masih disini" kata mami di batu nisan eyang.
Sekilas terdengar apakah yang mami minta itu durian? loh mami kan ga suka durian sama sekali, tapi gak lama benar durian yang masih mentah jatuh tepat di belakang kandang ayam.
Lalu mami menggandeng ku dan melihat durian tersebut, tapi mami malah panik.
"Ayo masuk masuk sudah jangan ada yang ke kebun dulu".
Loh kok duriannya ga di ambil?
aneh..
Saat malam datang, kami semua cucu cucu eyang berkumpul mendengarkan cerita dari tante kecil ku.
mereka tidur karna mereka anak Desa sudah biasa mendengar cerita dongeng, aku lahir dan besar di Jakarta jadi aku harus menonton tv baru bisa tidur.
"Kamu belum mau tidur? nanti Kolonel datang loh" kata tante ku
"Kolonel itu apa? aku ga tau, dan untuk apa dia datang?" tanya ku ke tante
"Kalo kamu ga tidur nanti kamu di jemput sama dia".
Tiba-tiba aku mendengar dendangan Jawa dari arah parkiran mobil, iya itu jelas sekali.
Aku membuka gorden sedikit dan melihat siapa yang bernyanyi dari celah gorden tersebut.
Saat itu nyanyian itu terhenti seketika dan jatuhlah buah kelapa tepat di dekat parkiran.
"Mami ada kelapa jatuh, mami ada kelapa jatuuuh.." teriakku kepada mami yang sudah tertidur di kursi bambu.
Lalu salah satu sepupuku menghampiriku dan menutup mulut ku
"Sssttt jangan berisik itu bukan kelapa tapi kepala, kamu tidak percaya??" kata sepupuku
"Aku jelas tidak percaya karna aku dengar itu kelapa, bagaimana kepala bisa jatuh?" tanya Ku kembali
"Sini kamu harus lihat fenomena ini" tarik sepupuku pelan ke sebuah jendela di kamar eyang.
Aku melihat laki laki memakai baju Militer berjalan di luar rumah tua eyang, iya laki laki itu tidak nampak jelas karna dia berjalan dari arah yang jauh sekali dan berhenti tepat di pohon kelapa satu-satunya di parkiran mobil keluarga kami.
Lalu mengambil sesuatu di tanah dan terus berjalan sambil menjinjing sesuatu, setelah dia melalui jendela kamar eyang aku jelas sekali melihat di menjinjing kepala, dan dia berjalan tanpa kepala.
"Kalo kamu tidak tidur dia akan masuk dan membawamu pergi" bisik sepupu ku
Aku berusaha sekeras mungkin memejamkan mataku dengan bantal.
Keesokan harinya, aku bertanya mengenai ini ke mami.
"Itu bukan mitos tapi benar ada nya, peraturan di Desa ini anak-anak harus tidur sebelum jam 9 malam" jelas mami.
"Oh jadi ada hantu Kolonel di rumah eyang?"
"Iya, tapi jangan takut patuhi lah peraturan yang ada"
Waktu berjalan, malam kedua ...
Aku melihat seseorang duduk di kamar eyang berkaca sambil menyinden lagu jawa..
To be continued...
Terimakasih telah membaca Rumah Eyang, jangan lupa tinggalkan reaksi & komentar kalian di bawah ini. Jika kalian suka dengan artikel ini, support penulis dengan cara share artikel ini ke sosmed kalian 😊
Written by,
Gigi
Tidak ada komentar